Tentang Saya

Foto saya
Berdo'a dan bekerja keras....!!! Insya Allah cita-cita kita tercapai.

Rabu, 06 Januari 2010

Masa Depan Sumber BBM Indonesia


Bahan bakar minyak (BBM) masih akan terus mendominasi keperluan energi Indonesia, yaitu sebesar 50 persen jenis energi final 37 persen untuk jenis energi primer, yang jumlahnya sekarang ini sudah lebih dari 1,2 juta barel per hari. Masih sulit mengganti peran minyak terutama untuk menghasilkan BBM bagi sektor transportasi.
Persediaan minyak mentah dan BBM memerlukan perhatian khusus karena sedang terjadi penguasaan sumber-sumber minyak dunia melalui akuisisi dan kontrak wilayah kerja baru oleh negara-negara besar. Hal tersebut membahayakan pasokan ke Indonesia terutama bila kapasitas produksi cadangan minyak dunia tidak cukup ditambah ketegangan politik yang bisa mengganggu negara produsen.
Cadangan terbukti minyak kita yang sebesar 4,3 miliar barel (data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi) kurang dari 0,5 persen cadangan terbukti minyak dunia yang sebesar 1.144 miliar barel.
Menurut OPEC Annual Statistical Bulletin 2004, selama 25 tahun terakhir cadangan minyak dunia telah naik sekitar 500 miliar barel atau 76 persen. Kenaikan itu pun hanya terfokus di negara-negara minyak Timur Tengah (Iran, Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab) yang saat ini memiliki lebih dari 65 persen cadangan dunia. Sebaliknya, di negara-negara non-OPEC (Amerika Serikat, Inggeris, Norwegia dsb kecuali Rusia dan Kazakhstan) terjadi penurunan.
Data ini menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah kawasan kaya minyak setara Timur Tengah. Kenyataan ini diperkuat oleh fakta bahwa meskipun kegiatan eksplorasi migas kita cukup gencar dalam era sebelum krisis ekonomi, minyak yang ditemukan hanya mampu menggantikan minyak yang terkuras, yang membuat cadangan minyak Indonesia dari waktu ke waktu boleh dikatakan hanya konstan. Sedangkan dalam beberapa tahun terakhir malah terjadi penurunan cadangan dan produksi yang lebih cepat atau sekitar 5 persen, karena sudah mulai menemukan lapangan-lapangan besar selain menurunnya investasi sebagai dampak krisis ekonomi dan krisis politik.
Hikmah dari keadaan itu adalah kesadaran bahwa karunia kekayaan emas hitam itu seolah-olah memang diperuntukkan Tuhan kepada bangsa-bangsa di Timur Tengah. Sebetulnya karunia Tuhan untuk Indonesia adalah energi hijau, yang dihasilkan dari cahaya matahari, tanah dan air.
Sebetulnya minyak yang yang terkuras dari ladang-ladang minyak Indonesia baru 40 persen dari jumlah asalnya. Dengan cara menerapkan teknologi terbaru diperkirakan akan dapat dikuras minimal sampai 50 persen dan akan dapat memberikan tambahan cadangan terbukti menjadi dua kali dari yang sekarang ini. Teknologi eksplorasi dan produksi migas telah sangat berkembang dalam kurun waktu 1980-an dan pertengahan 1990-an.
Harga minyak sangat rendah pada saat itu (rata-rata 20 dolar AS per barel) telah mendorong upaya memangkas biaya melalui inovasi teknologi yang mampu menemukan minyak dengan biaya rendah. Sebagai keberhasilannya, biaya pencarian minyak di kawasan non-OPEC telah turun dari 25 dolar ke 5 dolar per barel. Biaya pengangkatan minyak juga turun dari 5,5 dolar menjadi 3,5 dolar. Teknologi yang ditemukan juga mampu mengungkapkan prospek-prospek minyak besar di frontier area seperti laut dalam sehingga membuat investasi di area ini menjadi menarik.
Sepanjang 1994-2004 pertumbuhan produksi dunia didominasi oleh produksi dari laut dalam dengan hampir 4 juta barel per hari, yang diperkirakan akan terus meningkat menjadi sekitar 8.5 juta barel per hari pada 2010.
Terobosan teknologi yang lebih baru banyak diterapkan untuk kawasan yang sudah tua, misalnya di Laut Utara dan Alaska. Produksi minyak Rusia bangkit lagi setelah jatuh drastis pada pasca- perestoroika berkat penerapan teknologi dan manajemen produksi yang termutakhir. Bagi kawasan yang belum sepenuhnya terjangkau oleh teknologi baru (termasuk Indonesia), teknologi baru tersebut berpeluang besar untuk pengembangan kembali lapangan-lapangan yang sudah ada secara menguntungkan, apalagi dalam suasana risiko investasi yang tinggi untuk pengembangan lapangan baru.
Berdasarkan informasi dari BP Migas, 90 persen lapangan di Indonesia sudah melewati puncak produksi. Sebanyak 69 persen dari 520 lapangan yang ada berstatus terdeplesi dan lebih dari 50 persen cadangan berada pada lapangan berukuran kecil. Lapangan-lapangan tua diperkirakan hanya mempunyai umur 7-8 tahun. Lapangan-lapangan marjinal yang jumlahnya cukup banyak menunggu untuk dieksploitasi. Produksi yang pernah mencapai lebih dari 1,5 juta barel per hari sepuluh tahun yang lalu sekarang tinggal 1 juta barel per hari.
Suatu kajian yang dilakukan IPA (Indonesian Petroleum Association) delapan tahun yang lalu meramalkan kondisi sekarang ini. Pemerintah saat itu mungkin sadar akan peringatan IPA tersebut tapi kemudian untuk melakukan strategi baru terhalang oleh krisis politik dan krisis ekonomi.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah sekarang ini untuk meningkatkan cadangan dan produksi adalah mendekati investor untuk membuka wilayah kerja baru atau yang lama, memperbaiki sistem perpajakan, menawarkan bagi hasil yang menarik. Di samping itu insentif pemakaian teknologi baru serta pemanfaatan lapangan marjinal diharapkan dapat meningkatkan gairah kegiatan perminyakan Indonesia. Hasil dari perbaikan iklim investasi dan operasi ini tentu harus ditunggu dalam kurun waktu 4-7 tahun ke depan mengingat jadwal atau siklus kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di hulu memang memerlukan waktu sedemikian. Karena itu dapat diduga bahwa pada 2006 produksi minyak Indonesia belum akan meningkat secara signifikan.
Tanpa upaya tersebut, produksi minyak Indonesia pada 2010 hanya 500 ribu barel per hari. Dengan upaya perbaikan iklim pengusahaan migas seperti disebutkan tadi, produksi pada tahun 2010 seperti diperkirakan BP Migas bisa naik menjadi 1.200-1.400 ribu barel per hari.
Dengan tingginya harga minyak maka dorongan investasi dan pengusahaan migas di hulu kelihatannya cukup besar. Penemuan cadangan besar di lapisan lebih dalam dari lapangan Cepu (Exxon Mobil), yang nota bene adalah lapangan tua, menebar harapan baru bagi investor lain untuk mendapat keuntungan yang serupa.
Empat potensi energi yang nampaknya akan digalakkan pemerintah adalah geotermal, batu bara, energi hijau dan nuklir, di samping gas dan energi baru dan terbarukan lainnya. Untuk energi transportasi di luar listrik, batu bara dan energi hijau atau biofuel adalah sumber yang cukup menjanjikan.
Pencarian batu bara sebagai sumber bahan bakar minyak sintetik dengan teknologi bersih mulai menarik pada situasi harga minyak yang tinggi ini. Kajian kelayakan oleh tekMIRA, BPPT,JCOAL, KOBELCO terhadap 3 jenis batu bara Indonesia jenis lignit (brown coal) memberikan harga jual BBM sintetik setara harga minyak mentah 23-29 dolar per barel. Ini investasi padat modal (5 miliar dolar untuk kapasitas produksi BBM 100 ribu barel per hari) yang memerlukan perlakuan khusus untuk melindungi investasi jangka panjang.
Batu bara Bangko, Sumatera Selatan dengan cadangan 2,5 miliar ton akan mampu memberikan 1 juta barel per hari BBM sintetik selama 30 tahun. Perlu dicatat bahwa cadangan terbukti batu bara Indonesia sebesar 6,9 miliar ton, terukur 12,4 miliar ton dan sumber daya 57,8 miliar ton memberikan optimisme bahwa batu bara adalah masa depan sumber BBM Indonesia.
Energi hijau adalah karunia Tuhan untuk bangsa ini, setara dengan minyak dan gas untuk bangsa-bangsa di Timur Tengah. Misalnya, satu hektare lahan dapat memberikan sekurang-kurangnya 8 ton atau 70 barel minyak kelapa sawit (CPO) per tahun. 20-30 persen komponen kelapa sawit berkategorikan bukan makanan dapat diarahkan sebagai pengganti BBM. Harga fraksi 300 dolar per ton setara dengan harga minyak 35 dolar per barel.
CPO berkualitas makanan dengan harga 400 dolar per ton, dapat diekspor sebagai pembayar impor BBM. Untuk menghasilkan 1 juta barel BBM, maka diperlukan 5 juta hektare lahan dan sekurang-kurangnya 1 juta tenaga kerja. Bayangkan bahwa sekarang terdapat 40 juta lahan kritis di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar